Cerpen

PANDANGAN OPTIMIS REDANA

PANDANGAN OPTIMIS REDANA

Minggu, 17 September 2023 17:19 WIB
225 |   -

PANDANGAN OPTIMIS REDANA

Karya : Amanda Triani Wulandari

 

Di pagi hari yang cerah, seorang siswi SMA 2 Negeri 2 Makassar terlihat sedang membaca buku. Sebut saja Redana, ia merupakan siswi pindahan dari Papua. Tentu saja, pindah dari Papua ke Makassar membuat dirinya tak percaya diri. Karena kulitnya yang hitam serta rambut pendek keriting. Ia berpikir bahwa dirinya akan dijauhi teman sebayanya. Tetapi ia akan berusaha untuk percaya diri. 

Hari ini kelas IX ruang dua yang tak lain adalah kelas Redana. Kelas Redana sedang mengikuti pembelajaran matematika. Matematika adalah pembelajaran kegemaran  Redana, Redana suka berhitung. Merasa kesulitan, seorang siswi kelasnya memberanikan diri mendekati Redana.

”Hai”, sapanya

”Hai, ada yang bisa ku bantu?”

“Namaku Ratna, bisakah kamu membantuku untuk menyelesaikan soal-soal ini?”, sambil menjulurkan tangan Ratna tersenyum canggung.

“Aku Redana, tentu saja bisa ayo duduk”. Redana menerima uluran tangan dai Ratna.

            Redana mengajarkan Ratna hingga paham dan menyelesaikan soal. Sejak itu, Ratna lah teman dekat yang dimiliki Redana. Redana dan Ratna sangat cocok, semakin hari keduanya semakin akrab. Kemanapun mereka selalu bersama tak pernah terpisah. Walaupun hanya memiliki satu orang teman, tak menjadi masalah bagi Redana. Redana justru bersyukur telah diberikan teman sebaik Ratna.

            Seiring berjalannya waktu, karena Redana adalah siswi yang berprestasi maka banyak pasang mata mulai menyukai dirinya tanpa pandang bulu. Redana cukup handal dalam matematika, oleh karena itu apabila ada siswa-siswi yang kesulitan dengan matematika Redana siap membantu mereka dengan senang hati. Walaupun sudah memiliki banyak teman, Redana tidak pernah berpaling dari Ratna yang merupakan teman pertamanya di sekolah ini. Redana sangat ingat bagaimana  saat-saat ia hanya berteman dengan Ratna. Redana paham akan keadaan Ratna yang susah bergaul sehingga menyulitkannya untuk bisa mendapatkan teman selain dirinya. Untuk berkenalan dengan Redana saja membutuhkan keberaniann tinggi bagi Ratna. Redana tidak  peduli dengan hal itu, mereka sudah ssaling cocok dan sampai sekarang perselisihan antara mereka tidak pernah terjadi bahkan sekalipun..

            Satu minggu kemudian dan hari ini diumumkan akan diadakan olimpiade matematika antar provinsi. Redana ingin sekali mengikutinya, namun rasa tak percaya diri dan takut gagal kembali menghantui pikirannya. Sebagai seorang sahabat Ratna meyakinkan Redana bahwa ia pasti bisa melakukannya. “Guru-guru dan para murid pasti akan mendukungmu dan kami percaya kamu pasti bisa, jangan selimuti dirimu dengan rasa takut, kamu harus berani maju, semangat untukmu Redana!!”. Mendengar ucapan Ratna membuat Redana terdiam berpikir. 

            “Sudah pernah ku bilang, penyebab aku tidak percaya diri adalah karena warna kulit dan rambutku ini”. Ternyata Redana masih saja memikirkan tentang warna kulit dan rambutnya itu. Mendengar penjelasan Redana itu membuat Ratna menarik nafas panjang bersiap untuk membalas perkataan Redana. “Redana, memang ada yang salah dengan warna kulit dan rambutmu itu? Mereka tidak buruk untukmu dan ini adalah ciri khas dari tempat kelahiranmu. Mereka juga akan selalu mengingatkanmu pada tempat pertama dirimu tinggal”.  “Baiklah, aku akan mengikuti olimpiade matematika ini, aku akan percaya diri dan melakukan yang terbaik”. Redana mengepalkan kedua tangannya di atas lutut  dan bibir dibuatnya tipis lalu dirapatkan. Melihat tingkah Redana,  Ratna terkekeh sambil geleng-geleng kepala.

            Sesampainya di rumah Redana  langsung masuk dan meminta izin kepada kedua orangtuanya mengenai olimpiade yang ingin diikutinya. “kalau kamu suda meyakini untuk mengikutinya maka ikutlah nak, ibu akan dukung keputusanmu selagi itu bukan hal yang buruk”, tutur kata yang lembut  keluar dari mulut ibunya. “ayah juga setuju, ayah hanya berpesan untukmu jagalah baik-baik dan jangan pernah menyombongkan diri atas keberhasilan yang suatu hari dirimu dapatkan”. “terimakasih ayah,ibu” ketiganya kemudian berpelukan.

            Setelah berhari-hari belajar keras untuk persiapan olimpiade yang selama ini Redana tunggu, hari  ini adalah hari dimana olimpiade itu diadakan. Redana bersiap untuk pergi sebagai salah satu siswi perwakilan SMA Negeri 2 Makassar. Dua murid perwakilan lainnya adalah Aika dan Deya. Mereka juga pergi bersama guru pendamping.

            Setelah menempuh tiga jam perjalanan, mereka pun tiba di lokasi. Redana merasa sangat gugup karena ia akan bertanding dengan orang-orang yang kemampuannya jauh dari dirinya. Tak hanya Redana saja yang gugup, tetapi Aika dan Deya juga sama gugupnya. Ibu Gina selaku guru pendamping menyadari bahwa anak-anak muridnya sedang tidak baik-baik saja. “kalian jangan gugup, tenangkan diri kalian lakukan yang terbaik dan bagaimanapun hasilnya jangan dipikirkan sekarang yang terpenting adalah berusaha, kalian bisa. Good luck!!” mereka lalu memasuki gedung. Redana, Aika dan Deya mempersiapkan diri karena olimpiade sebentar lagi akan dimulai. Mereka bertiga perlahan menghilangkan rasa gugup yang terus saja mengganggu. Mereka takut tidak akan konsentrasi selama mengikuti olimpiade.

            Singkat cerita olimpiade telah dimulai, Redana sama sekali tidak merasa kesulitan, ia mengerjakan semua soalnya dengan sangat serius dan teliti.  Redana tak mau ada kesalahan dengan jawaban yang ia berikan, Redana benar-benar ingin melakukan yang terbaik. Olimpiade selesai, satu persatu  murid meninggalkan tempat duduknya. Begitu juga dengan Redana, Aika dan Deya. Mereka bergegass menghampiri Bu Gina yang sedang duduk di tempat duduk khusus penonton. Mereka belum diperbolehkan pulang yang artinya  mereka harus  menunggu untuk mengetahui hasil olimpiade tersebut.

            Setelah beberapa menit menunggu hasil olimpiade akhirnya diumumkan dan betapa terkejutnya Redana ketika namanya disebut sebagai peserta yang memperoleh nilai paling tinggi. Redana bersyukur sekali dalam kesempatan ini ia dapat melakukan yang terbaik untuk membanggakan orangtuanya. Melihat Redana yang berbahagia juga menciptakan perasaan bahagia tersendiri bagi Bu Gina, Aika dan juga Deya. Walaupun Aika dan Deya tak seberuntung Redana, mereka tidak berkecil hati dan akan mencoba di lain kesempatan. “selamat  atas nilai sempurna yang kamu raih, ibu sangat bangga dan untuk Aika dan Deya, terimakasih telah ikut berusaha bersama dan jangan pernah takut mencoba kembali”, bu Gina tiba-tiba bersuara. Mereka berpelukan sangat erat dan cukup  lama sampai akhirnya Redana dipanggil untuk menerima penghargaan. Redana kembali merasa gugup, dengan langkah sedikit bergetar Redana berjalan  meninggalkan bu Gina, Aika dan Deya.

            Setelah penerimaan penghargaaan Redana bergegas kembali ke tempat mereka sebelumnya. Senyum diwajah  Redana tak kunjung hilang, ia merasa sangat bahagia saat ini. Ia juga tak sabar ingin segera  memberitahu  kabar bahagia ini kepada kedua orangtuanya.. kini mereka sedang dalam perjalanan pulang. Redana lah yang sampai di rumah lebih dulu di banding bu Gina, Aika dan Deya, rumah mereka semua cukup berjauhan.

            Setibanya di rumah Redana langsung masuk ke dalam rumah untuk menemui ayah dan ibunya. Redana mendapati ibunya sedang memasak di dapur dan ayahnya  sedang duduk di meja makan.

“Assalamualaikum ayah, ibu”

“Waalaikumsalam”

“Apa itu nak?”.  Ibu Redana bertanya setelah ia  melihat apa yang anaknya bawa. Redana ikut duduk bersama ayahnya di meja makan.

“ini adalah medali, piagam, piala serta uang tunai sebesar 500 ribu ibu, aku mendapat nilai tertinggi di olimpiade yang aku ikuti tadi”.

Redana menjelaskan dengan raut gembira yang terlukis diwajahnya. Ayah dan ibunya yang mendengar ucapan anaknya sangat terkejut, anak semata wayangnya itu dapat meraih prestasi. Tentu saja mereka sangat bangga dengan pencapaian yang baru saja diraih oleh Redana. Segera Redana memeluk ayah dan ibunya. Diam-diam ibu Redana menangis dalam pelukan hangat itu. Redana menyadari bahwa ibunya sedang menangis.

“Ibu kenapa menangis, apa ibu sakit?”. Redana mengerutkan  keningnya bertanya dengan penuh kekhawatiran.

“Tidak, ibu tidak sakit, ibu hanya terharu”.

“Baiklah bu, Redana ke kamar dulu”, ibu Redana mengangguk. Redana beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju kamarnya.

            Keesokan harinya kabar kejuaraan Redana menyebar di sekolah. Banyak siswa-siswi yang ikut bangga dengan prestasi Redana. Kelihatannya mereka tidak sabar ingin bertemu dan mengucapkan  selamat kepada Redana. Dan pas saja, Redana kelihatan baru saja sampai di sekolah dan berjalan menuju kelasnya. Sepanjang jalan ia  mendapat senyuman hangat dan tak jarang juga ucapan selamat yang dilontarkan  para siswa-siswi kepada Redana. Redana membalas senyuman mereka dengan senyuman manis yang dimilikinya, menjawab ucapan selamat dari mereka dengan lembut. Semakin banyak orang yang menyukainya, walaupun telah memenangkan olimpiade matematika, tetapi ia tidak menyombongkan diri. Redana tetap bersikap baik, seterusnya  akan tetap menjadi orang baik. Bagi Redana, yang paling utama dalam hidup adalah menjadi orang baik sehingga dapat menjadi pedoman bagi orang terdekat kita. Karena kebaikan akan membawa kebahagiaan kepada setiap pelakunya.

            Akhir cerita, sejak saat itu Redana tidak lagi mengenal apa itu tidak percaya diri. Redana menjalani hidup yang lebih baik dari sebelumnya. Menjadi seorang yang bermanfaat bagi orang sekitarnya. Redana telah menjadi anak yang percaya diri, Redana yang selalu pesimis tak pernah lagi kembali.


Komentar

×
Berhasil membuat Komentar
×
Komentar anda masih dalam tahap moderator
1000
Karakter tersisa
Belum ada komentar.

Jadilah yang pertama berkomentar di sini